Minggu, 26 Februari 2012

Malaikat-Malaikat Kecil



Jalanan kota metropolitan pagi ini cukup lengang. Tidak seperti biasanya yang mengular. Maklum saja, pagi ini kota Jakarta tengah diguyur hujan. Jadi kebanyakan orang urung untuk berangkat kerja lebih pagi. Tetapi.. Lihatlah siapa yang terlihat sangat bersemangat sekali. Mengemudi dengan hati gembira, menyibak bulir-bulir hujan. Kipas air kaca mobilnya terus saja berderit kekanan-kiri. Ah ya, pagi ini ia akan menemui anak-anak kecil itu. Selang beberapa menit mobilnya sudah memasuki halaman rumah sakit. Untuk apa dia ke rumah sakit? Entahlah. Lihat saja nanti.



“Kak Mita...” sambut anak-anak dengan kompaknya. Berebut untuk memeluk dan mencium pipi Mita. Yang tidak kebagian hanya cemberut. Anak-anak itu berbilang tujuh sampai sembilan tahun. Mereka terlihat sangat polos, dan tentu saja menggemaskan. Namun.. Lagi-lagi ada yang membuat mereka berbeda. Mereka terlihat istimewa meskipun dengan kekurangan masing-masing. Hei, itu juga bukan kemauan mereka!

“Pagi ini kakak bawa sesuatu untuk kalian,” ucap Mita menjijing plastik putih itu tinggi-tinggi. Semua mulai berseru antusias. Ada juga yang loncat-loncat kegirangan, mencoba meraih plastik putih itu. Mita hanya tertawa kecil.

“Nanti, siapapun yang bisa menyelesaikan permainan ini dengan sempurna, akan dapat hadiah.” Mita mulai membagi permainan lego itu satu per satu. Ia kemudian tersenyum takzim, melihat beberapa anak yang menatap lego dengan tidak mengerti. Dengan senang hati Mita memperlihatkan cara menyusun lego-lego itu. Anak-anak mulai rusuh, berebut untuk duduk disamping Mita. Ya, semua memang terlihat begitu menyenangkan. Maka sepanjang pagi itu berakhir sudah. Jadwal kunjungannya hanya pagi hari saja. Anak-anak itu membutuhkan perawatan yang intensif. Anak-anak yang terpaksa harus menginap di bangsal-bangsal rumah sakit.

***

Seperti pagi-pagi sebelumnya, Mita meluangkan waktu khusus untuk anak-anak itu. Dan lihat apa yang dia bawa pagi ini? Balon-balon yang beraneka warna. Mereka membulatkan mata, tidak sabaran, akhirnya menarik ujung baju Mita dengan gemas.

Saling berebut balon. Tapi, kali ini semua anak kebagian rata. Ada yang sibuk memencet-mencet balon itu. Mita hanya mengerutkan dahi. Hal yang ditakutkan Mita akhirnya terjadi juga. Balon itu meletus tiba-tiba. Membuat ruangan itu sedikit gaduh. Malah sebagian anak menangis karena saking terkejutnya. Mita menggaruk kepalanya. Sempat bingung. Dengan sabar Mita menenangkan anak-anak itu. Akhirnya anak-anak itu diam setelah Mita membacakan mereka buku dongeng.


Setelah dirasa cukup lama di bangsal itu, Mita pun memutuskan untuk pulang. Anak-anak mendadah dengan kecewa. Mita balas tersenyum dan berjanji akan datang lagi esok hari. Mita buru-buru, lupa menutup pintu ruangan itu. Baru beberapa langkah saja..

“Kak Mita..” suara kecil itu milik Bintang. Mita bergeming, menatap anak polos itu dengan senyum takzim. Kemudian ia berjalan mendekat, merunduk mensejajari posisi Bintang.

“Ada apa sayang? Apa yang kamu bawa itu? Kak Mita boleh melihatnya?” tanya Mita sedikit penasaran melihat Bintang membawa sesuatu dibalik punggungnya. Mita mulai menengadahkan telapak tangannya. Bintang hanya meringis, malu-malu menyerahkan lego yang ada ditangannya. Mita berdecak kagum menerima lego itu. Lego itu sudah tersusun dengan sempurna.

“Anak pintar.. Kak Mita janji, besok kakak akan bawa hadiah spesial buat kamu.” Mita membelai kepala anak itu dengan lembut. Bintang lalu balas memeluk Mita. Entah mengapa, tiba-tiba saja Mita terenyuh. Anak sekecil ini menderita kanker otak?

***

Maka esok harinya Mita menepati janji itu. Dia membawa hadiah untuk Bintang. Bahkan, anak-anak lainnya menatap iri. Mita jadi merasa bersalah. Kenapa dia tidak membawakan boneka lebih dari satu? Tapi, mana Bintang?

“Ada yang tahu dimana Bintang?” tanya Mita dengan hati-hati. Dia sedikit gentar melihat ekspresi kekecewaan dari anak-anak itu.

“Bintang tadi dibawa sama sustel-sustel, didolong pakai kulsi loda.” Seorang anak kecil berani menjawab. Mita sangat terkejut. Menutup mulutnya dengan ujung-ujung jarinya. Mita cepat-cepat keluar. Bertanya kepada suster penjaga.

Mita berjalan lunglai menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Sedih berkecamuk dihati kecilnya. Sangat takut jika terjadi sesuatu terhadap Bintang. Mita menghentikan langkahnya. Jemarinya menempel pada kaca itu. Hatinya bergetar hebat demi melihat Bintang terkapar di ranjang itu. Mita menunduk menangis. Boneka yang sejak tadi dia pegang erat-erat terlepas begitu saja. Airmata juga berlinang di pipinya. Nampak seorang dokter anak didalam sana, sedang menge-cek kondisi Bintang. Wajah dokter itu mengguratkan kekecewaan. Entahlah. Mita akhirnya memutuskan untuk pulang saja. Soal boneka itu? Besok ia akan memberikannya kalau Bintang sudah kembali ke bangsal.


Tapi, hingga beberapa hari berlalu Bintang tak kunjung membaik. Sampai suatu hari Mita mendapatkan kabar dari salah satu suster penjaga bangsal. Mita sungguh tak percaya. Bintang meninggal? Ia saja belum sempat memberikan hadiah itu kepada Bintang.


Saat itu juga, Mita langsung bergegas menuju pusara Bintang yang berada tak jauh dari rumah sakit itu. Tak lupa, Mita juga membawa boneka teddy bear besar untuk Bintang.


Mita menangis demi melihat gundukan tanah itu. Bintang yang baru saja dia lihat tempo hari. Sekarang telah tiada. Gadis kecil yang akan menjadi malaikat-malaikat surga. Mita menyeka pipinya, menaruh boneka yang dibawanya tadi disamping nisan Bintang. Mita mendadah dari kejauhan.

“Kak Mita sudah menepati janji sayang.. Kakak bawa boneka itu untuk menemani kamu tidur disana.”







Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini